Sesuatu
yang spesial dari tutorial PAI? Yang bisa menginspirasi aku? Hmm apa ya?
Memangnya ada? Hehe. Awalnya memang aku pikir “mungkin” hampir tak ada. Ya
semuanya berlangsung begitu saja, biasa. Kegiatan yang bagus but nothing
special for me.
Suatu
hari, pada pertemuan tutorial yang kesekian, entah terasa berbeda. Saat itu
bertempat di taman KHD. Mungkin berbeda karena tak biasanya kami berkunjung ke
fakultas sebelah ya? Hehe. Sayangnya tak banyak yang bisa hadir dalam tutorial
siang itu karena berbagai urusan yang harus mereka selesaikan. Akhirnya hanya kami
berlima dan ditemani mbak Risca tentunya, walaupun waktunya agak “ngaret” dari
yang kami rencanakan. Berhubung hanya sedikit yang datang, tutorial PAI berubah
menjadi ajang sharing dadakan. Mulai
dari membahas pengalaman UTS pertama, kedekatan dengan orangtua hingga
pengalaman mbak Risca saat berkunjung ke Malang untuk mewakili universitas
beberapa waktu lalu. Ya tentunya juga ditemani oleh-oleh bawaan mbak Risca yang
enak itu hehe.
Sampai
akhirnya topik pembicaraan kami beralih ketika mbak Risca beranjak menanyakan
sesuatu. “Dek, kalian punya keinginan kuliah keluar negeri?”, tanyanya. Deg.
“Siapa yang tak mau, hampir semua orang pasti mengiginkannya.” batinku. Kami secara
spontan serentak mengiyakan pertanyaan itu. “Huh tapi itu mungkin impian yang
terlalu tinggi.” batinku lagi sambil menghembuskan napas. Wajah yang berbinar berubah menjadi
pucat. Sepertinya semua yang berada disitu memiliki pikiran yang sama denganku,
kecuali “mbak tutor” kami. “Eh jangan salah,... nggak ada yang nggak mungkin
kok” Kami menatap dan mendengarkan dengan saksama sumber suara itu, yang tak
lain adalah “mbak tutor” kami sendiri. Mbak Risca mulai bercerita lagi,
sekarang tentang alasan kenapa dia terlambat datang beberapa menit lalu.
“Bertemu mahasiswi asal China, wow!” Tentu semuanya terkaget ketika mendengar
hal itu. Ya kami sudah mengetahui sebelumnya bahwa “mbak tutor” kami ini memang
ingin sekali pergi kesana. China. Semua pasti ada hubungannya. Terlepas dari
cerita pengalaman seru bertemu mahasiswi asal China itu, pelajaran pertama yang
dapat diambil yaitu “Melakukan sesuatu walaupun hal kecil sekalipun untuk
menjadikan mimpi bukan sekadar impian akan tetapi benar-benar bisa menjadi
kenyataan.”. Setelah mendengar cerita mbak Risca, aku belajar bahwa “mbak
tutor” kami ini tak hanya diam menunggu dan membayangkan kapan hari itu dapat
terjadi namun ia sudah mulai bergerak untuk mewujudkannya karena mungkin ia
tahu impian tak datang sendirinya tapi ia sendirilah yang harus berusaha
menggapainya.Wah!
Berbeda
dengan mbak Risca, China bukanlah tujuanku. Akan tetapi mungkin kami punya pendapat
yang sama tentang Scholarship. Tak
perlu satu atau dua tahun, seminggu atau dua minggu itu sudah cukup yaitu
dengan Scholarship. Percakapan kami
pun terus berlanjut membicarakan tentang kemungkinan persyaratan yang akan
diajukan untuk mendapat Scholarship, cara
mendapatkan suntikan dana untuk Scholarship
itu dan langkah-langkah kecil yang harus kita lakukan sebelum melakukannya.
“Eh TOEFL lebih dari 550? IPK dengan angka sekian? Ini itu...? Bisa nggak ya?”
Lagi-lagi “mbak tutor” yang sudah
membimbing kami hampir dua bulan ini meyakinkan bahwa “kami pasti bisa”. “Kunci
utamanya adalah optimis”, ungkapnya. Kami pun menelan ludah dalam-dalam. Seperti
kalimat yang pernah terlontar dari animator ternama yaitu Walt Disney, “Semua
mimpimu akan terwujud asalkan kamu punya keberanian untuk mengejarnya.” Ya itu
benar.
Dari
pertemuan tutorial PAI waktu itu, mungkin aku sedikit tersadar. Sadar bahwa aku
harus membuang semua ketakutan dan rasa pesimis itu. Meyakini bahwa alasan
kegagalanku beberapa waktu lalu mungkin karena ketakutan dan rasa pesimis yang
berlebihan sehingga sekarang tak ada alasan untuk mengulanginya lagi. Salah
seorang menteri AS pun pernah berkata, “Sebuah mimpi dapat terwujud bukan
karena keajaiban, melainkan karena keringat dan kerja keras.” Ya sekaranglah
waktunya. Belum terlambat untuk membangun mimpi itu menjadi hal yang tak
mustahil bagiku. Aku tak ragu lagi menulisnya dalam daftar mimpi makroku. Scholarship? I know I can!