Sedikit cerita, waktu dapet tugas buat menceritakan salah seorang tokoh PKI yang bernama Darsono ini, saya kesulitan banget (-_-v) soalnya saya kekurangan referensi. Teman-teman yang lain bisa dapet berlembar-lembar soalnya mereka dapet tokoh yang terkenal (eh!) dan saya cuma menthok di satu lembar (-_-). Tapi tenang aja, tugas yang saya tulis ini merupakan gabungan dari berbagai sumber (walaupun sumbernya terbatas), yang kemudian saya ringkas kembali (:3)
Catatan sejarah atas diri Darsono
sangat jauh dari cukup. Dia diperkirakan lahir tahun 1897 sedangkan tempat
lahirnya belum diketahui dengan jelas. Ayah Darsono merupakan seorang Pegawai
Negeri, terbukti karena Darsono mampu mengenyam bangku sekolah. Darsono dikenal
akrab dengan kehidupan petani karena pergaulannya dengan anak-anak petani
sewaktu kecil. Kedekatannya dengan dunia pertanian, membuat ia memutuskan untuk
melanjutkan sekolah di Sekolah Pendidikan Pertanian.
Setamat dari Sekolah Pendidikan
Pertanian, Darsono bekerja di Perkebunan Tebu. Sebuah tempat dimana ia melihat
kemiskinan dan sistem sosial yang buruk. Selama bekerja, Darsono meluangkan
waktunya dengan membaca buku-buku yang diperolehnya. Masa itu, kehidupan
kuli-kuli perkebunan yang buruk sudah menjadi hal yang biasa. Sampai akhirnya
hadir dalam persidangan Sneevliet, ia bertemu Semaoen yang kemudian
menempatkannya dalam redaksi Sinar Djawa mulai 27 Februari 1918 pada bagian
telegram.
Menurut Darsono, rakyat Jawa
masih bodoh. Untuk menyadarkannya diperlukan artikel-artikel yang berani.
Tulisan yang terlalu ilmiah tidak akan dimengerti oleh rakyat yang umumnya
tidak pernah sekolah. Orang yang berani lebih diperlukan dari pada orang yang
terdidik dan pandai. Cara yang tepat menurut Darsono adalah hantam kromo
bukancara intelektual. Namun keterlibatan Darsono yang cenderung kiri di Sinar
Djawa ternyata malah membuat beberapa orang pergerakan yang kurang radikal
gerah. SI cabang Semarang semakin lama semakin radikal dan cenderung menyerang
golongan moderatnya yang kebanyakan menduduki posisi kunci dalam SI, termasuk
Darsono sendiri.
Salah satu artikel yang ditulis
oleh Darsono adalah Giftige Waarheidspijlein (Pengadilan Panah Beracun) yang
salah satu kalimatnya berbunyi “Selama toemboeh-toemboehan bisa hidoep, SETAN
OEANG, jang dengan rapi dilindoengi oleh pemerintah, soedah membikin
sengsaranja ra’jat.” “Setan Oeang” istilah politik pada zaman
pergerakan yang ditujukan kepada para Pemilik modal atau Pengusaha.
Perkembangan paham sosialisme
revolusioner, membuat Sarekat Islam pecah menjadi "SI Putih" yang
dipimpin oleh HOS Tjokroaminoto dan "SI Merah" yang dipimpin Semaoen.
Tentunya Darsono tergabung dalam golongan "SI Merah" yang berasaskan
sosialisme-komunisme. Golongan inilah yang menjadi
cikal-bakal terbentuknya PKI yang yang meneriakkan kepentingan buruh-tani di Hindia. Dan akhirnya pada tanggal 20 Mei
1920, Perserikatan Komunis di Hindia itu pun lahir.
Selama menjadi anggota PKI ,
Darsono pernah dicalonkan sebagai anggota Tweede Kamer (Majelis Rendah) tahun
1929 oleh Partai Komunis Belanda. Hal ini mungkin dipengaruhi oleh kunjungan
dan pidatonya pada kongres CP November 1921 sebelumnya. Karenanya Darsono juga
cukup populer di Belanda. Apalagi Darsono juga cukup teoritis dalam pergerakan.
Walau begitu Darsono kemudian justru keluar dari PKI kendati ia masih memihak
kaum yang tertindas. Banyak juga tokoh PKI angkatan 1920an yang menghilang dari
peredaran perpolitikan pasca kemerdekaan Indonesia.
Darsono mendedikasikan hidupnya
untuk membela kaum yang tertindas dengan melawan Setan Oeang. Darsono masih
percaya kekuatan pena mampu mengalahkan pedang. Tulisannya Giftige
Waarheidspijlein adalah sebuah pengadilan terhadap pemerintah kolonial yang
tidak peduli dengan nasib kaum kromo pribumi. Baginya bahasa ilmiah sulit
dipahami oleh rakyat tertindas. Ciri khas Darsono dalam tulisannya adalah
bahasanya yang berani. Dan inilah yang membuat dirinya dijuluki “Si Panah
Beracun.”